Oleh: Ir Widiyanto ASCM
Identifikasi Dr. Ir. SUTARMAN, M.Sc (Lektor Kepala Manajemen Logistik Jurusan TI Universitas Pasundan Bandung) yang menyatakan bahwa Sistem Logistik, Kunci Rekonstruksi Aceh adalah tepat. Setelah tahapan darurat selesai ditangani, maka masalah selanjutnya adalah bagaimana lokasi bencana mendapatkan rekonstruksi kembali untuk menuju pemulihan yang menyeluruh.
Saat ini adalah saat terbaik untuk melakukan menyusun strategi sehingga kelak Indonesia memiliki standard penanganan bencana alam yang baku, khususnya didalam penanganan logistik bencana alam.
Tahap I: identifikasi permasalahan logistik bencana alam
Masalah awal adalah beragamnya kebutuhan yang diperlukan oleh korban bencana di lokasi. Minimnya informasi dapat mengakibatkan miss handling pengelompokan bantuan dalam klasifikasi penting, genting atau gawat. Namun dengan pengalaman Aceh dan Nias kemarin, banyak pengalaman mengenai pengelompokan kebutuhan yang bersifat gawat, genting atau.
Masalah kedua adalah pendistribusian bantuan dilokasi bencana. Masalah transportasi menjadi prioritas utama dimana semakin tinggi tingkat kesulitan yang didapati dilokasi mengharuskan penggunaan jenis transportasi yang tepat. Helikopter, adalah jenis alat transportasi yang bebas hambatan dan mobile disegala bidang.
Dampak dari kedua permasalahan logistik diatas adalah jika tidak memperoleh nilai A maka selain dapat menyebabkan bertambahnya korban dilapangan juga akan dapat menyebabkan gejolak politik dimana tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah akan semakin menurun (MOH. SAMSUL ARIFIN, Centre for Bureaucracry Studies 03 Januari 2005).
Tahap II: mempersiapkan system data dan administrasi yang akurat
Data-data yang harus ada dan menjadi pijakan dasar dalam logistik bencana alam ini adalah : Data bantuan, Data donatur, Data penerima, Data gudang penyimpan, Data transport, Data pelaksana yang menangani bantuan dan Data waktu masuk/keluar bantuan.
Selayaknyalah untuk menangani hajat yang besar dan berat ini sarana Tehnologi Informasi menjadi bagian yang tak terpisahkan. Oracle misalnya, pernah merancang National Emergency Management Information System yang dipesan oleh Federal Emergency Management Agency, lembaga penanggulangan bencana AS.
Tahap III: menentukan Key Performance Indikator (KPI) penanganan bencana alam dari sisi logistik
KPI yang akan dicapai dalam penanganan logistik bencana alam adalah (1) penanganan yang memberikan nilai manfaat yang paling besar bagi para korban sesuai kepentingannya, (2) penyaluran bantuan yang paling cepat dengan biaya paling rendah dan (3) identifikasi jenis bantuan dengan akurasi tertinggi. Untuk mencapai ke tiga KPI diperlukan suatu penerapan azas integrasi logistik yang sistimetis dan ‘layak terap’ sesuai dengan geografis Indonesia.
Tahap IV: mencari informasi sebanyak mungkin mengenai kondisi bencana dan tingkat kebutuhan bagi para korban.
Donald J Bowersox & David J Closs menuliskan “Without accurate information the effort involved in the logistical system can be wasted.” . Dalam logistik bencana alam ini diperlukan informasi sebanyak mungkin mengenai jumlah penduduk, jumlah perkiraan korban, kota terdekat yang tidak mengelami kerusakan, jalur komunikasi dan transportasi yang masih dapat digunakan dan estimasi kebutuhan obat/makanan yang diperlukan. Tidak kalah pentingnya adalah informasi mengenai berapa lama harus mencapai daerah bencana dan kota yang aman terdekat yang akan digunakan sebagai gudang penyangga bencana. Visualisasi dengan mempergunakan sarana udara adalah cara termudah dalam memberikan informasi yang up to date.
Tahap V: menentukan pengadaan bantuan dan penanganya
Procurement didalam logistik bencana alam memiliki fungsi untuk menentukan pengadaan sumbangan, pengadaan fisik barang/obat yang dibutuhkan dan juga penangananya kegudang utama. Bantuan dikelompokan menjadi a. Bantuan jenis uang dan sejenisnya, b. Bantuan obat-obatan, c. Bantuan makanan, d. Bantuan pakaian, e. Bantuan alat-alat berat/bangunan dan f. Bantuan lain-lain.
Pengelompokan jenis sumbangan ini bertujuan untuk mempermudah identifikasi dan penyalurannya kelak serta memudahkan bagi para donatur untuk menyerahkan bantuannya.
Akan menjadi lebih baik jika “team procurement” ini menunjuk badan/perusahaan publik tertentu untuk bertanggung jawab dalam penerimaan bantuan, penanganan dan penyaluranya ke gudang utama.
Tahap VI: menentukan gudang utama, gudang pendukung dan gudang penerima
Gudang utama memiliki tujuan untuk menerima bantuan dari seluruh team penerima bantuan diseluruh daerah. Untuk musibah Tsunami Aceh misalnya, kota Medan adalah penunjukan yang tepat untuk lokasi gudang utama khusus bantuan non bahan bangunan/alat-alat berat, kota Padang cocok untuk gudang utama alat-alat berat dan bahan bangunan dan kota Lhokseumawe dan Banda Aceh adalah alternatif yang tepat untuk gudang utama khusus obat-obatan dan makanan dimana disana tersedia pelabuhan laut dan udara yang amat vital kebutuhnnya.
Gudang pendukung adalah gudang yang paling dekat dengan penerima bantuan, oleh karena diperlukan pendistribusian yang merata dan jumlah yang sesuai dengan tingkat kebutuhan. Sepanjang jalur dekat Aceh Selatan dan Aceh Barat merupakan alternatif gudang pendukung yang layak seperti di Kutacane, Lhokuenam, Takengon, Geumpang dan Seulimeum.
Gudang penerima adalah gudang yang langsung berhubungan dengan korban bencana. Gudang penerima tidak harus online dengan gudang utama atau pendukung.
Penanganan barang-barang bantuan didalam gudang dilakukan dengan menerapkan unsur keamanan dan keutuhan barang serta mengutamakan mengeluarkan barang/obat yang paling pendek masa kadaluarsanya.
Tahapan VII: menentukan sarana transportasi dan menentukan waktu yang diperlukan
Ronald H Ballou (Business Logistic Management) menyatakan bahwa pemilihan transport akan banyak ditentukan oleh faktor-faktor jenis barang, jarak pengiriman, manajemen pengiriman, hubungan dengan penerima dan pengirim dan kondisi cuaca. Pemilihan jenis transport antara darat, laut dan udara memberikan konsekwensi biaya dan waktu yang diperlukan. Untuk obat-obatan misalnya, terbaik mempergunakan sarana udara dimana volume dan berat barang yang sangat optimum secara rata-rata, untuk bahan bangunan mungkin lebih baik mempergunakan jalur laut dan makanan dengan jalur darat atau laut.
Tahap VIII: membentuk Tim Logistic Bencana Indonesia (TLB)
Tim Logistic Bencana Indonesia memiliki tujuan untuk mempersiapkan, melaksanakan dan memberikan analisa langkah-langkah lanjut yang akan dilakukan oleh Pemerintah dari sisi logistic. Tim ini sebaiknya gabungan dari tim professional, swadaya masyarakat dan pengawas public. Tim Logistic Bencana alam ini memiliki area kerja diseluruh Indonesia dan dapat di sesuaikan dengan jenis bencana yang terjadi. Tim bertanggung jawab pada Dewan Penanganan Bencana Nasional.
Tahap IX: tindak lanjut penanganan bencana
Setelah waktu yang ditentukan dalam tanggap darurat selesai, diperlukan tindakan lanjutan normalisasi kehidupan masyarakat. Pembentukan Badan Pelaksana Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi Aceh-Nias adalah salah satu tindak lanjut tsb. Dalam pelaksanaanya nanti BRR tetap memerlukan dukungan aktifitas logistic yang handal. Tim Logistic Bencana Indonesia yang dibentuk masih dapat melanjutkan pengabdiannya dengan menyesuaikan jenis barang/jasa dan waktu pekerjaannya.
No comments:
Post a Comment